Rabu, 13 Februari 2019

Gunung Kerinci : Menggapai Atap Sumatera 3805 Mdpl

Gambar 1. Kaki Gunung Kerinci

     Catatan kali ini berisi tentang perjalanan mendaki Gunung Kerinci melalui jalur pendakian Kresik Tuo. Sebelumnya saya sudah membuat pembahasan " Cara Menuju Jalur Pendakian Gunung Kerinci? ". Untuk teman-teman dari Semarang ataupun Jakarta semoga bisa bermanfaat dan dapat dijadikan referensi saat ingin mendaki ke Gunung Kerinci.

     Singkat cerita setelah menempuh satu setengah hari perjalanan dari Semarang, saya tiba di Tugu Macan, Kresik Tuo. Kresik Tuo merupakan sebuah desa yang terletak di kaki Gunung Kerinci. Tepatnya di kecamatan Kayu Aro, Kabupaten Kerinci, Jambi. Dari Tugu Macan menuju pos registrasi membutuhkan waktu sekitar 5-10 menit menggunakan motor. Ketika sudah melakukan registrasi, perjalanan berlanjut ke parkiran atas yang terletak tidak jauh dari pintu Rimba. Adanya parkiran ini sangat menghemat waktu perjalanan, apabila berjalan kaki, bisa mencapai 30menit-1 jam perjalanan. Parkiran motor ini terbilang masih baru dirintis oleh penduduk setempat. Selain untuk parkir, tempat ini juga menjajakan makanan dan logistik untuk pendakian. Sangat mengerti kebutuhan pendakilah,hehe :)

     Kali ini perjalanan berlanjut dengan berjalan kaki. Untuk mencapai pintu Rimba hanya dibutuhkan waktu 15 menit. Saat itu saya mulai berjalan pada jam 11.30 wib. Di sepanjang perjalanan banyak terdapat area kebun teh yang sangat luas. Just info temen-temen, perkebunan teh di kaki Gunung Kerinci ini merupakan yang terluas di Asia Tenggara lho. Maka dari itu sepanjang jalan akan selalu dimanjakan dengan hijaunya perkebunan teh berpadu dengan birunya langit, pemandangan khas pegunungan banget lah.

     Jalan sampai dipintu rimba, perjalanan berhenti sejenak untuk sekedar mengambil foto dan mempersiapkan diri. Akhir bulan April kondisi jalur pendakian masih becek, karena sesekali masih turun hujan. Perjalanan ke Pos 1 terbilang masih ringan, jalur landai-landai saja, tetapi becek dibeberapa titik. Masih bisa menghindar dari lumpur sih,hehe. Tapi ingat ini baru awal lho ya. 30 menit kemudian kami sampai Pos 1. 

Gambar 2. Pos 1 Bangku Panjang

     Setelah mengambil foto dan menghisap sebatang rokok kami lanjut ke pos 2. Meski berjalan pada siang hari, terik panas matahari tidak terasa sama sekali. Jalur pendakian yang masih rapat dengan pepohonan membuat tempat ini selalu lembab. Terkadang ada pohon-pohon tumbang di sepanjang jalur pendakian. 40 menit berlalu, Kami tiba di pos 2 ( Batu Lumut). Ada aliran sungai kecil yang terletak di pos 2 ini. Airnya jernih dan layak dikonsumsi. Sebenarnya saat kesana aliran sungainya sudah mulai hilang, tapi masih ada air jernih yang ada dicekungan bebatuan.

Gambar 3. Air di pos 2 batu lumut

     Perjalanan Pos 3 berlanjut, disini kami membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan. Disini terdapat shelter untuk beristirahat ataupun berteduh saat hujan. Meski cukup nyaman untuk pos 1-3 pendaki tidak disarankan untuk mendirkan camp, karena masih sering dilalui Harimau Sumatra. Istirahat sejenak, kemudian lanjut ke Shelter 1. Perjalanan kali ini mulai terasa, lumpur disepanjang jalur tidak bisa dihindari lagi. Kalo kata teman-teman disini jalurnya bisalah kalo buat nanem padi,haha. Tidak seperti Gunung-gunung di Jawa Tengah, jalur berlumpur mengharuskan setiap pendaki untuk menggunakan sepatu. Bahkan seorang porter yang saya temui saja juga menggunakan sepatu. Cerita berbeda saat melihat porter di Rinjani, beberapa dari mereka menggunakan sendal jepit, bahkan ada yang memakai sandal swallow yang legend itu :). Tapi jangan ditiru lho mereka menggunakan sendal jepit karena sudah hafal betul jalur pendakian dan punya banyak pengalaman disana. Singkat cerita kami sampai shelter 1 jam 15.30. Sebelum melanjutkan perjalanan kami membuka bekal makanan yang sudah dibawa. 

Gambar 4. Makan Cuy

     Ketika puas beristirahat, gerimis tiba. Disepanjang perjalanan berikutnya mungkin kami akan terus diguyur rintik hujan. Tapi mengingat lusa teman-teman harus bekerja, maka perjalanan tetap berlanjut. Menurut saya Shelter 1 ke 2 merupakan perjalanan terpanjang dan terberat, jadi harus benar-benar siap jika memutuskan untuk lanjut. Sebab disepanjang jalur pendakian tidak memungkinkan untuk mendirikan camp. Jalur cukup terjal  dan berlumpur, tak jarang kami harus meraih akar-akar pohon untuk membantu naik ke pijakan berikutnya. Selain itu tas carrier juga sering nyangkut diranting pohon. Setelah sekian lama mendaki kami sampai di Shelter 2 jam 9 malam. Mungkin sekitar 4-5 jam perjalanan yang kami tempuh dari Shelter 1. Setelah mendirikan camp, mengisi perut yang kosong dan obrol-obrol sejenak kamipun beristirahat. 

     Jam 4, alarm berbunyi. Lanjut Summit. Dari Shelter 2 dibutuhkan waktu sekitar 3 jam perjalanan. Untuk jarak shelter 2 ke 3 sebenarnya cukup dekat, tapi jalur pendakian yang curam membuat perjalanan menjadi lama. Sedikit gambar ini mungkin bisa menjelaskan kondisi jalur disepanjang Shelter 1-3.

Gambar 5. Jalur curam di Gunung Kerinci

     Shelter 3 sampai, ternyata sudah banyak pendaki yang mendirikan camp disini. Sebenarnya jika dibandingkan, Shelter 2 lebih aman karena masih banyak pepohonan, sehingga terlindungi dari angin kencang. Shelter 3 pepohonan besar sudah tidak ditemui. Dan dari sini puncak sudah terlihat, tinggal melewati Tugu Yuda kemudian sampailah di Puncak Indrapura. 

Gambar 6. Shelter 3 menuju Tugu Yudha

Perjalanan berlanjut. Ketika sampai di Tugu Yudha, pemandangan sangat familiar, ditempat ini mirip dengan pasar bubrahnya Gunung Merapi, sejenak saya mengabadikan gambar. Oh iya kenapa tempat ini dinamakan Tugu Yudha, berikut sejarahnya :

Gambar 7. Tugu Yudha
  • Tugu Yuda didirikan untuk memperingati Yudha Sentika, seorang pendaki yang diperkirakan hilang di daerah tersebut. Menurut cerita dari buku “Friction: An Ethnography of Global Connection” karya Anna Lowenhaupt, yang bersumber dari tulisan Norman Edwin, Yudha Sentika saat itu berusia 17 tahun. Ia mendaki bersama 6 temannya. Mereka sudah tiba di puncak dan saat turun dari puncak, teman-temannya kehilangan Yudha. Ia menghilang di balik kabut. Mereka tak juga menemui Yudha di tenda tempat mereka bermalam. Sampai akhirnya pencarian dilakukan dan tidak didapatkan hasil apa pun. Jasadnya juga tidak ditemukan.
  • Cerita tentang Yudha Sentika ini jg dibumbui mistis di kalangan masyarakat sekitar. Ada yang mengatakan Yudha diambil oleh suku Orang Pendek. Ada juga yang mengatakan bahwa Yudha diambil oleh penguasa Kerinci.
  • Ketika itu Yudha sedang mendaki gunung Kerinci bersama adiknya. Mereka camp di Shelter 3 sebelum ke puncak. Nah ketika mau ke puncak ternyata kabut tebal menyelimuti yang membuat jalur menjadi tidak kelihatan. Pendaki lain mengingatkan agar menunda perjalanan ke puncak,namun dia (Yudha dan Adiknya) tetap ngotot dan nekat menembus kabut tebal tersebut. Hal yg terjadi berikutnya dia hilang bahkan jasadnya tak ditemukan sampai sekarang. Ada yang mengatakan Yudha adalah anak seorang Perwira Tinggi TNI. Oleh sebab itu banyak personel TNI yang ikut dalam pencariannya.Namun tetap tidak membuahkan hasil. Untuk mengenang beliau, maka tepat di bawah puncak utama Kerinci didirikan tugu yang diberi nama Tugu Yudha. (sumber)

Itulah beberapa kisah diantaranya.Poinnya adalah Yudha pernah ada dan mengalami kecelakaan ketika melakukan pendakian.
Dan yang pasti,jasadnya belum ditemukan hingga kini.

     Lanjut perjalanan kembali, puncak sudah terlihat dekat, perlahan tapi pasti. Medan terjal dan penuh bebatuan terlewati. Akhirnya sampai juga di Puncak Indrapura. Dataran tertinggi di Pulau Sumatera atau biasa disebut Atap Sumatera oleh kalangan pendaki. Sebuah kepuasan tersendiri pernah menginjakkan kaki disini. 

Gambar 8. Puncak Indrapura


     Oke sekian dulu catatan perjalanan saya kali ini. Terimakasih untuk Tomi, Riki, Maskur dan Sada, mereka adalah teman pendaki dari Sungai Penuh yang menemani perjalanan di Gunung Kerinci kali ini. Terimakasih juga untuk teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membaca, semoga bermanfaat dan bisa menambah referensi perjalanan kalian. 






Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger