Kamis, 08 September 2016

Gunung Papandayan : Perjalanan Menuju Jalur Pendakian

    Gambar 1. Gunung Papandayan

     Dikesempatan kali ini saya akan berbagi tentang transportasi dari kota Semarang menuju Gunung Papandayan. Gunung Papandayan terletak di Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Berawal dari obrolan di warung kopi kami berencana untuk mendaki ke Gunung Papandayan. Rencana ke gunung ini juga berdasarkan rekomendasi teman. Saat itu kami memutuskan berangkat pada tanggal 27-29 Mei 2016.


Tanggal 27 Mei, sehabis sholat Jum'at, kedua teman saya (syaikur dan kokom) berkumpul dirumah saya yang berada di Semarang. Mereka adalah orang asli Jepara yang mengenyam bangku kuliah di Semarang jadi sudah sangat familiar dengan kota Semarang. Meski sedikit lupa, tapi akhirnya satu persatu mereka sampai juga tanpa tersesat. Setelah berkumpul, kami memutuskan untuk segera berangkat ke Solo. Transportasi yang kami gunakan adalah kereta api Kahuripan, kereta ini mempunyai rute Kediri-Kiaracondong (Bandung). Dengan harga 84rb, kami bisa menggunakan kereta ini untuk sampai garut. Jadwal dari St. Purwosari Solo adalah jam 18.00 dan jam 01.34 sampai St.Cipeundeuy Garut.

     Pertama-tama perjalanan Semarang-Solo kami tempuh menggunakan sepeda motor, kemudian motor kami titipkan ke kos teman kami yang berada di Solo. Alternatif jika menggunakan transportasi umum adalah naik bis jurusan Semarang-Solo bisa naik dari Terminal Terboyo, Mangkang, Sukun atau tempat pemberhentian bis Semarang-Solo lainnya.  Turun di halte kerten, letaknya setelah melewati terminal Kartasura. Dari halte Kerten jalan sekitar 1km kearah Stasiun Purwosari, kalo malas jalan naik ojek atau becak juga bisa. Waktu tempuhnya mungkin sekitar 3-4 jam perjalanan dengan biaya 25-30rb. Jika menggunakan bis mending berangkatnya lebih awal untuk jaga-jaga agar tidak tertinggal keberangkatan kereta.

     Etimasi perjalanan dari Semarang-Solo sedikit terhambat. Ketika sampai di Kartasura, hujan dengan deras mengguyur kami. Saat itu kami berangkat bertiga, jadi membawa dua motor. Saya dengan kokom dan syaikur sendirian. Untung saat itu kami berangkat lebih awal, jadi masih punya waktu ketika terjadi hambatan seperti ini. Hujan cukup deras, saat itu kami berteduh cukup lama. Jika dipaksakan memakai jas hujan kemungkinan barang-barang yang kami bawa bisa basah. Sebab perlindungan jas hujan yang kurang maksimal dan barang bawaan yang tidak kami bungkus dengan plastik. Baru pada jam 16.00, kami melanjutkan perjalanan ke Stasiun Purwosari. Memasuki Jalan Slamet Riyadi, jalanan dipadati oleh berbagai kendaraan. Motor, mobil, bus kota, becak, jalanan terasa sempit dan sesak ketika semua turun kejalan. Setelah menembus kepadatan jalan Slamet Riyadi, akhirnya kami sampai distasiun purwosari jam 17.00. Alhamdulillah masih ada waktu untuk menitipkan motor ditempat teman dan membeli bekal perjalanan.

     Jam 18.00 peron terlihat lengang, hanya terlihat beberapa penumpang yang menunggu kereta. Awalnya sedikit panik sih, pasalnya kereta belum terlihat di Stasiun. Tapi tak lama kemudian kereta tiba, dengan suara klaksonnya yang khas. Syukurlah, ternyata kereta terlambat sekitar 15 menit. Jadwal kereta Kahuripan seharusnya jam 18.00 tepat di Stasiun Purwosari dan sampai stasiun Cipeundeuy jam 01.34. Namun kerena keterlambatan kereta, singkat cerita kami sampai di Stasiun Cipeundeuy Garut jam 02.30.

Stasiun Cipeundeuy


     Sampai Stasiun Cipeundeuy kami tidak langsung melanjutkan perjalanan. Kami memutuskan untuk tidur di area stasiun sampai matahari terbit. Perlu diketahui Stasiun Cipeundeuy (CPD) adalah stasiun kereta api kelas II yang terletak di Cinagara, Malangbong, Garut. Stasiun yang terletaak pada ketinggian +772 meter ini termasuk dalam Daerah Operasi II Bandung. Nama stasiun ini berasal dari kampung tempat stasiun ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Inggris berada. Stasiun ini memiliki tiga jalur dengan jalur 1 sebagai sepur lurus.

     Stasiun ini berada di petak lintas selatan KA pulau Jawa antara Bandung dan Tasikmalaya, terletak hanya 250 m dari jalan raya Bandung-Tasikmalaya. Stasiun ini dapat dilihat dari jembatan jalan raya tersebut yang melintas di atas rel.

     Walaupun fisik bangunan stasiun ini terlihat hanya sebagai stasiun kecil, semua KA, baik itu kelas eksekutif, bisnis, ataupun ekonomi, diwajibkan berhenti di stasiun ini. Tujuannya selain untuk menaikturunkan penumpang adalah untuk pemeriksaan rem atau penambahan lokomotif karena jalur setelah stasiun ini merupakan petak yang cukup terjal naik-turunnya. Rutinitas ini dipicu oleh kecelakaan KA gabungan Galuh dan Kahuripan yang mengalami kecelakaan selepas dari stasiun ini pada tengah malam tahun 1995, di dekat jembatan Trowek. Pada saat jalur menurun, rem KA menjadi blong sementara jalan juga menanjak sehingga KA akhirnya terperosok ke dalam jurang yang cukup dalam dan mengakibatkan korban meninggal dan luka-luka, kebanyakan yang meninggal adalah penumpang yang panik dan melompat tanpa menyadari bahwa kereta berada di atas jurang. Sejak saat itulah, untuk menghindari kejadian serupa, semua KA yang akan ke timur maupun ke barat diwajibkan berhenti di stasiun ini.

     Suara adzan terdengar samar ditelinga, saya terbangun kemudian bergegas ke Musola Stasiun. Setelah menunaikan ibadah saya keluar mencari informasi. Stasiun ini cukup terpencil saya harus berjalan sekitar 200meter untuk sampai ke jalan utama. Saat itu saya bertanya dengan warga lokal transportasi untuk ke Gunung Papandayan.

     Sambungan rute dari Stasiun Cipeundeuy adalah naik Bis Tasikmalaya-Jakarta, kemudian turun di persimpangan Nagreg (bus atau elf sama yang penting tanya saja dulu lewat persimpangan Nagreg tidak). Setelah tiba di persimpangan Nagreg lanjut naik Elf, kebanyakan warna Biru jurusan Bandung-Cikajang, lalu turun di Pasar Cisurupan. Dari Pasar Cisurupan naik ojek/ mobil sayur ke jalur pendakian Gunung Papandayan. Cukup mudah kan.

     Setelah selesai mencari informasi, Saya Kokom dan Syaikur berjalan menuju jalan utama untuk mencari bis. Karena jalan utama masih sepi, kendaraan yang melintas melaju cukup kencang. Kami mencari tempat strategis agar supir bis melihat kami dan mau berhenti. Saat itu kami berdiri tepat di bawah lampu jalan. Kebetulan jam 06.00 lampu masih menyala. Ketika bis yang ingin kami tumpangi melaju kencang, serentak kami melambaikan tangan. Akhirnya bis berhenti, sedikit berlarian sih karena bis berhenti tidak tepat didepan kami. Setelah semua naik, bis kembali melaju dan saya pun tidur diperjalanan. (bus 16rb/org)

    Jam 07.15. Nagreg,,,nagreg triak pak kondektur, saya yang masih terjaga sontak membuka mata dan meminta berhenti. Hampir saja, untung tidak terlewat. Kalo kelewat lumayan jauh jalan kakinya, malah udah capek dulu sebelum mendaki nanti,hehe. Dari sini kami lanjut naik Elf jurusan Bandung-Cikajang. Baru sebentar berjalan kaki kami Elf Biru jurusan Bandung-Cikajang terlihat. Saya melambaikan tangan dan berteriak "pasar cisurupan pak". Iya, sok atuh, jawab sang sopir. Kemudian kami naik elf tersebut dan perjalanan pun berlanjut. Dari Nagreg ke Pasar Cisurupan membutuhkan waktu sekitar 2-3 jam dengan biaya 30rb.

Gambar 3. Selfie di dalam elf

     Jam 09.00 kami sampai di Pasar Cisurupan. Tak lama setelah kami turun, sudah ada beberapa tukang ojek yang menawarkan jasanya. Saya pun mengiyakan tawaran mereka, sambil menyuruh mereka untuk menunggu saat kami membeli bekal. Setelah selesai membeli bekal kami bertiga diantar ke Jalur pendakian menggunakan ojek.

     Perjalanan menggunakan ojek membutuhkan waktu 15-25 menit dengan tarif 30rb/ orang. Saat itu kami sampai di jalur pendakian Gunung Papandayan pada jam 09.30. Akhirnya sampai juga setelah melewati perjalanan yang panjang dari Semarang ke Garut. Sekian dulu catatan perjalanan saya kali ini, cerita tentang pendakian Gunung Papandayan akan saya share lagi di lain kesempatan, terimakasih.

Cerita Selanjutnya :
Fun Hiking
Perjalanan Pulang


Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger