Gambar.1 Gerbang Masuk Kawasan
Wisata Sukuh-Cetho
Mungkin kawasan wisata ini sudah
familiar bagi teman-teman pembaca yang berasal dari Solo dan Sekitarnya. Kali
ini saya akan bercerita tentang kunjungan saya ditempat wisata ini pada tanggal
30 Juli 2014 lalu. Saya berangkat dengan beberapa sanak saudara saya, saat itu
memang sedang libur lebaran, jadi sebagian besar saudara saya berkumpul di
kampung halaman, yaitu kota Klaten. Berkumpul dengan sanak saudara pada hari
raya Idul Fitri memang sudah menjadi momen tiap tahun bagi kami. Meski harus
menempuh jarak yang jauh untuk pulang kampung, tapi momen kebersamaan ini
membuat kami tidak memikirkan seberapa jauh yang kami tempuh.
Beberapa hari setelah lebaran dan
selesai mengunjungi sanak saudara untuk silaturahmi dan bermaaf-maafan, salah
seorang saudara saya mempunyai rencana untuk berlibur di tempat wisata
Sukuh-Cetho yang terletak di kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar
(kawasan ini mencakup beberapa desa diantaranya desa Kemuning,Sukuh dan Cetho
dll). Sukuh dan Cetho juga merupakan sebuah nama Candi yang terletak lereng
Gunung Lawu. Saat ini kawasan tersebut dijadikan obyek wisata di Karanganyar,
Jawa Tengah. Selain ada dua candi(Sukuh dan Cetho) di kawasan wisata
Sukuh-Cetho juga terdapat dua air terjun yang juga menjadi obyek wisata (Air
Terjun Parang Ijo dan Jumog). Kawasan wisata ini terbilang cukup dekat bila
diakses dari kota Klaten, dengan sepeda motor membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam
perjalanan . Kebetulan pada hari itu kami semua memang tidak ada rencana
berpergian, jadi kami menyetujui rencana dari salah satu saudara saya untuk
mengunjungi kawasan wisata Sukuh-Cetho.
Pagi itu kami berangkat jam 10.00,
kami semua berangkat menggunakan sepeda motor. Perjalanan menuju Karanganyar
saat itu sedikit macet, mungkin karena libur lebaran menjadi sebab lalu lalang
jalan disetiap tujuan tempat wisata menjadi ramai. Karena macet dan menggunakan
motor beberapa kali kami harus berhenti karena salah satu dari kami tertinggal
dibelakang. Setelah 2 jam mengendarai motor akhirnya kami sampai di kawasan
wisata Sukuh-Cetho. Sebelum memasuki kawasan wisata ada retribusi masuk sebesar
Rp.3000 untuk tiap pengunjung, retribusi ini hanya untuk masuk kawasan wisata
Sukuh-Cetho, sedangkan untuk mengunjungi obyek wisata yang ada kami harus
membayarnya lagi ditiap-tiap loket obyek wisata. Saat itu kami menuju Air
terjun Parang Ijo terlebih dahulu, kemudian lanjut ke Candi Cetho. Kami hanya
mengunjungi dua obyek wisata, karena waktu yang tidak memungkinkan, apabila
keempat obyek kami kunjungi. Selain itu kami juga bisa lebih menikmati setiap
perjalanan tanpa harus terburu-buru.
Gambar 2. Retribusi masuk kawasan
wisata Sukuh-Cetho
Setelah melewati retribusi kawasan
wisata Sukuh-Cetho, kami menuju Air Terjun Parang Ijo. Dalam kawasan ini sudah
banyak petunjuk jalan yang memudahkan para pengunjung yang baru pertama kali
mengunjungi wisata ini. Jarak antara obyek wisata yang satu dengan yang lain
juga cukup dekat, yaitu 15-30 menit perjalanan bila mengendarai motor. Setelah
beberapa menit memasuki kawasan wisata Sukuh-Cetho, akhirnya kami sampai di
tujuan pertama kami, yaitu Air Terjun Parang Ijo. Untuk masuk kami harus
membayar retribusi sebesar Rp.5000. Sebelum melanjutkan cerita, baca dulu
catatan sejarah tentang Air Terjun Parang Ijo diparagraf selanjutnya.
Gambar 3. Air Terjun Parang Ijo
terletak di lereng Gunung Lawu dan memiliki ketinggian sekitar 50m. Air
terjun ini berjarak tempuh sekitar 20 menit dari komplek wisata candi Cetho.
Catatan Sejarah
Pada tahun 1942 di sebuah dusun,
ada sebuah pohon tua yang sangat besar dan didominasi warna hijau. Pohon
ini dianggap keramat karena tidak bisa ditebang. Keberadaan pohon itu
tidak lama, banjir besar (dikenal dengan nama Baru Klinting oleh masyarakat
sekitar) yang melanda daaerah tersebut mampu menumbangkan pohon tersebut dan
membawanya bersama derasnya arus. Akan tetapi pohon tersebut tetap dapat
berdiri tegak dan mendapat tempat baru, dimana secara kebetulan menempati
diantara tebing (parang), sehingga mempermudah aliran air dari atas tebing
menuju lembah melalui batangnya. Aliran air yang terus menerus membuat pohon
semakin hijau dengan timbuhnya lumut-lumut.
Pada tahun 1982
banjir Baru Klinting kembali melanda daerah ini dan menerjang pohon diatara
parang itu. Hilangnya pohon menyebabkan aliran air yang awalnya melalui
batang pohon kini terjun ke bawah tanpa perantara membentuk air terjun yang
dikenal dengan nama Parang Ijo yang berarti berwarna hijau diantara 2
tebing. (sumber)
Sudah tahu kan tentang Air Terjun ini, sekarang lanjut
lagi ceritanya. Setelah membayar retribusi kami masuk ketempat wisata, didalam
tempat wisata terdapat berbagai fasilitas dan permainan untuk anak kecil. Ada
sebuah taman, fliying fox, bahkan ada sebuah kolam renang didalam kawasan
wisata ini. Selain itu ada beberapa patung peninggalan yang terdapat di dekat
area Air Terjun Parang Ijo (patung Dewi Sarasati dan Lingga Yoni). Saat itu
sudah banyak pengunjung yang datang, suasana cukup ramai, ada seorang anak
kecil yang berteriak ketika bermain flying fox, ada seorang wanita cantik yang
sedang berfoto-foto ria di bawah air terjun, serta bapak-bapak yang menikmati
secangkir kopi panas di warung dekat air terjun. Sedangkan kami
berkeliling area wisata mulai dari Air Terjun, Taman, Patung-Patung dan langkah
kami berhenti di sebuah warung yang berada didekat kolam renang, kami duduk
santai sambil menunggu secangkir kopi panas yang sudah kami pesan.
Gambar 4. Foto ditengah keramaian
Setelah beberapa jam berkeliling dan menikmati kopi panas
di warung, kami mulai melanjukkan tujuan berikutnya yaitu Candi
Cetho. Candi Ceto (ejaan bahasa Jawa latin: cethå) merupakan candi
bercorak agama Hindu yang diduga kuat dibangun pada masa-masa akhir era
Majapahit (abad ke-15 Masehi). Lokasi candi berada di lereng Gunung Lawu pada
ketinggian 1496 m di atas permukaan laut, dan secara administratif berada di
Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar (baca selengkapnya). Saat itu jam 14.30 kami mulai menuju Candi Cetho,
lokasi Candi Cetho titak terlalu jauh, diperjalanan kami melewati kebun Teh
Kemuning. Setengah jam berlalu kami tiba di Candi Cetho jam 15.00. Untuk masuk
kawasan Candi kami membayar 3000 tiap orang. Saat itu cuaca sedikit mendung,
kami pun sedikit terburu-buru karena cuaca ini. Model bangunan Candi Cetho
merupakan punden berundak, dibeberapa pundennya terdapat arca dan bangunan yang
menyerupai rumah-rumah kecil.
Gambar 5. Salah satu arca yang
terdapat di Candi Cetho
Gambar 6. Komplek punden berundak
Candi Cetho
Gambar 7. Narsis dulu
Setelah mengelilingi komplek
Candi, kami pun mulai meninggalkan lokasi. Karena cuaca masih belum gelap, kami
memutuskan untuk mengujungi Kebun Teh Kemuning untuk menimati sate kelinci. Yah sate kelinci memang
makanan khas di tempat-tempat pegunungan seperti Kabupaten Karanganyar ini.
Kami mulai meninggalkan Candi Cetho pada jam 16.15. 15 menit perjalanan kami
sampai di Kebun Teh Kemuning, kami memarkirkan kendaraan kami di dekat warung
yang menjual sate kelinci. Di sekitar Kebun Teh Kemuning terdapat banyak warung
yang menjual sate kelinci atau makanan lain, serta menyediakan tempat untuk
istirahat dan menikmati hijaunya Kebun Teh di lereng Gunung Lawu yang indah.
Setelah memesan dan menikmati sate kelinci, kami berjalan-jalan sejenak di area
perkebunan. Tak lupa kami berfoto-foto ria untuk mengabadikan gambar disini.
Gambar 8. Foto bersama
Setelah lama berfoto-foto di Kebun
Teh Kemuning, matahari pun mulai tenggelam. Kami pun segera bergegas untuk
kembali pulang ke rumah. Cukup menyenangkan perjalan kali ini, selain tempat
yang indah, kebersamaan dengan saudara-saudara yang lama tidak berjumpa menjadi
sebuah momen tersendiri. Sekian cerita dari saya terimakasih sudah membaca :D.