Kamis, 07 Agustus 2014

Suara Gamelan Jawa Di Gunung Sumbing

   
Gambar 1. Ilustrasi
     Minggu yang melelahkan, namun cukup melegakan, akhirnya saya sudah dinyatakan lulus setelah beberapa hari yang lalu sidang skripsi. Di tengah mengerjakan refisi skripsi yang membosankan, kali ini saya akan menulis tentang pengalaman saya sewaktu mendaki di Gunung Sumbing. Perjalanan di Gunung Sumbing sudah pernah saya posting sebelumnya dengan judul Estafet Hiking Sumbing Sindoro. Kali ini saya akan bercerita tentang sisi lain tentang perjalanan mendaki gunung yang pernah saya alami saat melakukan pendakian bersama teman saya. Mungkin pengalaman ini juga pernah dialami juga oleh teman-teman pembaca.


     Oke langsung masuk cerita yah. Pada saat itu saya dengan satu orang teman saya sedang mendaki Gunung Sumbing. Kami mendaki pada Jum'at sore. Hari itu tidak banyak pendaki di Gunung Sumbing, memang karena jum'at bukanlah hari libur, selain itu juga masih masuk musim penghujan, sehingga tidak banyak orang yang mendaki gunung. Sore itu kami mulai mendaki hingga beberapa jam lamanya akhirnya kami tiba di Pasar Setan Gunung Sumbing, disepanjang perjalanan kami hanya menemui dua rombongan pendaki saja yang sedang turun. Saat sampai di Pasar Setan kami istirahat dan membuat makanan. Perjalanan dari basecamp ke Pasar Setan tidaklah dekat, kami harus melalui ladang warga sepanjang kurang lebih 3km dengan jalanan berbatu, kemudian melewati hutan dengan jalanan yang cukup curam dan itu harus kami lewati dengan membawa tas ransel yang cukup berat, berisi logistik dan perlengkapan kami mendaki gunung. 

     Pasar Setan masihlah jauh dengan Puncak Gunung Sumbing, sehingga kami berencana untuk melanjutkan perjalanan lagi sampai Watu Kotak. Saat itu jam 9.30 malam kami berjalan, kami melewati beberapa tenda pendaki lain yang sudah sampai di Pasar Setan lebih dulu daripada kami. Namun, beberapa saat kami melanjutkan perjalanan angin mulai bertiup kencang. Kami memutuskan untuk kembali turun ke Pasar Setan karena pertimbangan tempat datar yang bisa dijadikan tempat mendirikan masihlah jauh, ditambah lagi jalur yang tidak banyak pepohonan membuat angin langsung menerpa kami. Angin yang menerpa langsung bisa membuat kepala sedikit pusing karena keringat yang kami keluarkan saat mendaki langsung bertemu dengan hembusan angin yang dingin. Saat turun di Pasar Setan kami langsung mendirikan tenda, kami sedikit kesulitan karena angin yang kencang membuat tenda bergerak terombang-ambing. Setelah tenda kami dirikan kami langsung istirahat.

     Malam jam 12 malam, saya keluar tenda karena hasrat ingin kencing tidak bisa ditahan lagi, saat itu angin masih kencang. Namun ketika diluar terdengar samar-samar suara alunan gamelan jawa. Saya cukup heran mengapa di Gunung yang sangat tenang dan sepi ini terdengar suara gamelan jawa. Entah saat itu saya hanya berfikir saya sedang kelelahan dan tidak terlalu memperdulikan suara tersebut datangnya darimana. Ketika itu saya kembali tidur, saya tidak bisa tidur nyenyak saat itu, saya masih terjaga sepanjang malam, dan suara gamelan jawa itu kadang masih terdengar samar di kejauhan. Saat pagi tiba saya bertanya dengan teman saya apakah ia juga mendengar suara gamelan tersebut, dan ia menjawab bahwa saat mendirikan tenda hingga pagi ia terus mendengarnya, ia tidak mau bercerita malam itu karena akan membuat suasana menjadi mencekam.

    Ini mungkin menjadi jawaban dari pengalaman yang pernah saya alami tersebut. Beberapa bulan setelah kejadian itu, saya sedang di lereng Gunung Sumbing. Tepatnya sewaktu saya sedang perjalanan ke Dieng, baca juga Dataran Tinggi Dieng (Fun Hiking and Fishing ). Saya sedang berhenti di sebuah angkringan, di dekat angkringan tersebut banyak keramaian, saya bertanya tentang daya tarik apa yang membuat tempat tersebut ramai pada penjual angkringan tersebut. Penjual angkringan tersebut menjawab bahwa ada acara wayangan, memang dihari-hari tertentu kadang ada acara wayangan. Jadi mungkin suara alunan gamelan yang pernah saya dengar dahulu adalah suara dari salah satu desa di lereng Gunung tersebut yang sedang ada acara wayangan. Mengapa di Pasar Setan Terdengar, mungkin karena tempat yang luas dan tidak banyak pepohonan sehingga suara tidak terhalang oleh apapun, angin yang berhembus juga mungkin berpengaruh sehingga suara yang jaraknya berkilo-kilo meter mampu terdengar. Yah ini hanya pendapat saya saja sih, mungkin juga bisa salah. Namun itu adalah salah satu pengalaman yang pernah saya alami saat mendaki gunung, sekian cerita dari saya terimakasih.
Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger