Gambar 1. Gunung Merbabu
Kali ini saya akan bercerita tentang pengalaman saya saat mendaki di Gunung Merbabu. Gunung Merbabu adalah gunung api yang bertipe Strato (Gunung Berapi) yang terletak secara geografis pada 7,5° LS dan 110,4° BT. Secara administratif gunung ini berada di wilayah Kabupaten Magelang di lereng sebelah barat dan Kabupaten Boyolali di lereng sebelah timur dan selatan,Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang di lereng sebelah utara, Provinsi Jawa Tengah.
Saat itu, Sabtu 15 Desember 2013, seperti biasa saya dan kedua teman saya telah berencana untuk pergi mendaki Gunung. Rutinitas mendaki gunung kala itu memang sering kami lakukan, hampir tiap minggu kami mendaki gunung dan kali ini Gunung Merbabu adalah tujuan kami.
Saya dan salah seorang teman berangkat dari Semarang, sedangkan satu teman saya yang lain berangkat dari Ungaran. Saat itu cuaca di kota Semarang memang agak mendung namun tidak hujan, hanya sedikit gerimis. Saya dan salah seorang teman berangkat jam 4 sore dari Semarang. Satu jam kemudian saya sampai di Ungaran, kemudian untuk menjemput salah satu teman kami yang sudah menunggu di rumahnya. Setelah itu kami bertiga pun melanjutkan perjalanan menuju jalur pendakian.
Perjalanan ke wekas saat itu terbilang cukup lancar, meski beberapa kali terkena macet di daerah kopeng. Jalur dikopeng memang sempit, mungkin hanya cukup menampung 2 mobil saat berpapasan, sehingga kami harus bersabar ketika menyalip mobil-mobil yang berada didepan kami. Jam 7 malam kami tiba dijalur pendakian Wekas. Wekas merupakan salah satu jalur pendakian Gunung Merbabu yang terletak di kota Magelang. Untuk menuju desa Wekas kami mengendarai motor melewati jalur lingkar selatan (Salatiga), kemudian belok ke arah kopeng menuju Magelang. Dari Kopeng sekitar 9km, setelah terlihat gapura wanawisata maka belok masuk gapura. Dari sini masuk sekitar 3km, tinggal mengikuti jalan hingga sampai dijalur pendakian.
Gambar 2. Gapura Winawisata
Setelah sampai kami tidak langsung mendaki, melainkan kami banyak berbincang dengan pendaki lain dan minum kopi bersama, hingga akhirnya jam 10 malam kami baru mulai melakukan pendakian. Disini kami tidak membawa bekal air terlalu banyak, karena disini terdapat beberapa tempat untuk mengambil air, selain itu banyak pipa-pipa di sepanjang jalur pendakian yang mengalirkan air kepada warga didusun wekas. Ada beberapa sambungan pipa yang bisa kita lepas untuk mengambil air, oleh sebab itu kami tidak kawatir masalah persediaan air.
Jalur pendakian disini memang jalur terpendek jika dibandingkan beberapa jalur lain seperti Tekhelan, Cuntel dan Selo. Meski jalur terpendek, namun disini kami melawati jalanan yang terjal, saat perjalanan naik sangat jarang sekali ada jalanan mendatar ataupun menurun. 2 jam berlalu kami berjalan dari basecamp pendakian akhirnya kami sampai dipos 2. Setelah sampai kami mulai membagi tugas untuk mendirikan tenda,memasak dan mengambil air. Rencana kami memang mendirikan camp dipos 2 dan perjalanan kepuncak kami lanjutkan esok hari.
Minggu 16 Desember, jam 6 pagi saya bangun, kemudian membangunkan kedua teman saya. Namun salah seorang dari teman saya memilih untuk tetap tidur. Jam 6.30 pagi kami berdua kemudian menuju puncak, setelah sebelumnya sarapan. Kami meninggalkan salah seorang teman kami, karena memang hari itu dia tidak ingin kepuncak dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Pagi itu cuaca memang tidak begitu cerah, kami menuju puncak dengan beberapa peralatan seperti jas hujan dan senter untuk berjaga-jaga apabila turun hujan ataupun turun kabut yang tebal.
Jalan dari pos 2 menuju puncak sama menanjaknya seperti semalam, setelah beberapa lama berjalan kami bertemu pertigaan. Disini ada pertigaan antara naik (melewati pos pemancar) dan turun(langsung tembus jembatan setan), kami mengambil jalur menurun karena lebih dekat untuk mencapai puncak. Dijalur ini kami melewati kawah belerang, disini juga merupakan sumber mata air yang biasa digunakan oleh pendaki.
Minggu 16 Desember, jam 6 pagi saya bangun, kemudian membangunkan kedua teman saya. Namun salah seorang dari teman saya memilih untuk tetap tidur. Jam 6.30 pagi kami berdua kemudian menuju puncak, setelah sebelumnya sarapan. Kami meninggalkan salah seorang teman kami, karena memang hari itu dia tidak ingin kepuncak dan memilih untuk melanjutkan tidurnya. Pagi itu cuaca memang tidak begitu cerah, kami menuju puncak dengan beberapa peralatan seperti jas hujan dan senter untuk berjaga-jaga apabila turun hujan ataupun turun kabut yang tebal.
Jalan dari pos 2 menuju puncak sama menanjaknya seperti semalam, setelah beberapa lama berjalan kami bertemu pertigaan. Disini ada pertigaan antara naik (melewati pos pemancar) dan turun(langsung tembus jembatan setan), kami mengambil jalur menurun karena lebih dekat untuk mencapai puncak. Dijalur ini kami melewati kawah belerang, disini juga merupakan sumber mata air yang biasa digunakan oleh pendaki.
Gambar 3. Air belerang (tidak untuk diminum)
Setelah 2,5 jam mendaki akhirnya kami sampai di puncak Kenteng Songo (salah satu puncak di Gunung Merbabu). Kami tiba dipuncak jam 9 pagi, saat itu kabut di puncak cukup tebal cuaca juga mulai tidak bersahabat. Setelah sejenak beristirahat dan memakan bekal yang dibawa, kami pun memutuskan untuk segera turun.
Gambar 4. Perjalanan menuju puncak
Gambar 5. Menuju puncak
Gambar 6. Di Puncak Kenteng Songo
Gambar 7. Perjalanan turun cuaca sudah mulai tidak bersahabat
Gambar 8. Perjalanan turun
Gambar 9. Perjalanan turun, kabut semakin tebal
Suara petir mengelegar terdengar jelas saat kami turun, rintik hujan juga mulai jatuh. Tak membutuhkan waktu yang lama sekitar 15 menit kami berjalan turun hujan pun membasahi kami. Saat itu kami yang baru sampai di pertigaan antara puncak Syarif dan Kenteng Songo langsung memakai jas hujan, namun ternyata jas hujan yang kami bawa hanya 1. Tak kehabisan akal saya pun langsung memakai matras untuk melindungi badan dari guyuran hujan, meski hanya setengah badan yang terlindungi namun ini cukup membantu.
Gambar 10. Berlindung dari guyuran dengan matras
Saat itu hujan cukup deras namun kami memutuskan untuk langsung menuju pos 2 (tempat kami mendirikan camp) tanpa berteduh, karena memang jalur ini sulit untuk mencari tempat berteduh saat hujan. Selain hujan sambaran petir juga terlihat sangat dekat, karena memang kami sedang berada diketinggian hampir 3000mdpl. Sambaran petir dan derasnya hujan membuat kami terburu-buru dan berjalan lebih cepat dari biasanya. Tak jarang saya terpeleset dan jatuh, karena saat hujan jalur pendakian menjadi sangat licin.
Jam 11 siang akhirnya kami sampai dipos 2, saat itu pakaian saya basah kuyub, karena beberapa kali terjatuh sewaktu diperjalanan. Di pos 2 saya melihat teman saya sedang menguras tenda yang penuh dengan air, karena hujan yang deras membuat aliran air hujan dari atas mengalir sangat deras, sehingga parit yang dibuat pun tidak berfungsi apa-apa. Di pos 2 kami berhenti sejenak untuk istirahat dan membuat minuman hangat sembari menunggu hujan reda.
Gambar 11. Turun dari pos 2
Karena pakaian yang basah kuyub kami tidak berlama-lama di pos 2, setelah menikmati minuman hangat, kami segera berkemas-kemas lalu segera turun. Saat itu jam 11.30 hujan sudah mulai reda, namun masih gerimis. Kami pun segera turun menuju basecamp. Jalur yang kami lalui sangat licin, sehingga kami harus lebih berhati-hati agar tidak terpeleset. Namun apa daya sepandai-pandainya tupai melompat pasti jatuh juga, seperti halnya kami, meski sudah berhati-hati kami masih saja terpeleset dan jatuh. Diperjalanan kami bersenda gurau sesekali saling menertawai diri sendiri di kala jatuh terpeleset, beruntung meski beberapa kali terjatuh alhamdulillah diantara kami tidak ada yang mengalami cidera. Jam 1.30 kami tiba di basecamp, disini kami juga tidak berlama-lama karena pakaian yang basah kuyub, membuat kami ingin cepat sampai rumah dan berganti pakaian. Sekian cerita dari saya, terimakasih sudah membaca.