Rabu, 21 September 2016

Gunung Papandayan : Fun Hiking

Gambar 1. Hutan Mati 

     Putihnya kawah terlihat dari kejauhan, kepulan asap belerang nampak keluar dari celah bebatuan. Tak lama lagi kami akan sampai, tak sabar rasanya ingin segera menapaki indah ciptaan Nya di Gunung Papandayan. Belasan jam kami lewati, mulai dari mengendarai motor, naik kereta, angkot dan diakhiri dengan menggunakan jasa ojek. Akhirnya kami sampai di Gunung Papandayan. Oh iya saya berangkat dari Semarang bersama kedua teman, baca dulu cerita sebelumnya yah Perjalanan Menuju Jalur Pendakian.

     Harga tiket masuk Gunung Papandayan saat itu 15rb/orang (untuk dua hari). Saat akan memasuki jalur pendakian kami dimintai lagi uang kebersihan 3rb/orang. Kemudian ketika akan sampai di pondok salada kembali lagi ada beberapa warga sekitar meminta dana seikhlasnya, saya memberi 5rb untuk 3 orang. Hal ini sangat menjengkelkan, kenapa tidak dijadikan satu saja?. Meski uang yang tak seberapa dan mungkin untuk tujuan yang baik namun cara seperti ini sangat disayangkan. Cara seperti ini membuat pengunjung seperti dijadikan sapi perah untuk mendapatkan keuntungan, hal ini tentu sangat tidak nyaman bagi kami sebagai pengunjung. Semoga saat saya kembali lagi kesana pengelolaan retribusi sudah berbenah.

     Diluar hal tersebut, Gunung Papandayan menyuguhkan pemandangan alam yang indah. Dan menjadikan daya tarik tersendiri untuk berkunjung ke Garut. Jam 09.30 saya, kokom dan syaikur sampai di jalur pendakian Cisurupan. Cisurupan adalah salah satu kecamatan di kabupaten Garut yang berjarak sekitar 30km dari pusat kota. Ketika kami tiba dijalur pendakian kami mengisi perut terlebih dahulu dan sejenak beristirahat.

Gambar 2. Selfie sambil nunggu masakan matang

          10.30, sekitar 1 jam beristirahat kami memutuskan untuk memulai pendakian. Disekitar jalur pendakian terlihat ramai oleh pendaki, penjual makanan,peralatan mendaki dan toko souvenir. Setelah melewati gerbang pendakian kami melewati camp david, letaknya tak jauh dari parkiran. Putih bebatuan terlihat hingga perjalanan menuju Kawah Papandayan. Tak jauh dari camp david, sekitar 30 menit berjalan kami sampai di Kawah Papandayan. Oh iya bau belerang disini cukup kuat, jadi kalo mau kesini bawalah masker. Saya sendiri menggunakan bandana yang dibasahi dengan air, cara ini bertujuan untuk meminimalkan asap belerang yang terhirup.

  Gambar 3. Menuju Kawah Papandayan

     Dari Kawah Papandayan ternyata saya bisa melihat Hutan Mati yang berada diatas longsoran tebing. Untuk mencapainya kami harus melewati jalan yang memutar. Sebelum sampai Hutan mati ada beberapa pos yang harus dilewati yaitu Pos Gober Hut dan Pondok Salada. Nah di Pondok Salada tersebut kami berencana untuk mendirikan tenda. 

     Perjalanan menuju Pos Gober Hut relatif landai, tidak ada tanjakan yang bener-benar curam. Hal ini terlihat dari beberapa warga lokal yang bisa menggunakan motor trail untuk membawa barang dagangan. Ya, jadi di jalur pendakian Gunung Papandayan ini kami sering berpapasan dengan warga lokal yang menggunakan motor. Kok g dibikin jalur sendiri saja yah? kalo untuk keperluan evakuasi mah masih mendinglah. Ya meski begitu mereka juga memberi manfaat atau lebih tepatnya memanjakan para pendaki, hehe. Loh kok bisa? iya walaupun kita gak bawa bekal sama sekali, yang penting bawa uang, karena banyak warung disini. Mulai dari Kawah kemudian sebelum sampai di pos Gober Hut juga ada. Belum lagi yang di Pondok Salada. Bener-bener nyantai lah kalo naik ke Gunung ini.

     Jam 13.00 kami sampai di Pos Gober hut. Disini adalah pertigaan yang mengarah ke Pondok Salada dan Pangelangan Kabupaten Bandung. Jarang ada pendaki dari arah Pangelangan, karena akses transportasi yang sulit sehingga jalur tersebut tidak direkomendasikan. Dari Pos Gober Hut kami langsung lanjut ke Pondok Salada. Dari sini membutuhkan waktu sekitar 20 menit untuk sampai di Pondok Salada. Di tengah perjalanan ke Pondok Salada ada tempat dimana kita bisa melihat kepulan asap Kawah Papandayan dan jalur pendakian yang telah kami lewati tadi. Dari kejauhan terlihat jalur pendakian yang meliuk-liuk serta sisa longsoran yang memotong jalur pendakian. Kawah Papandayan terlihat bersembunyi dibalik bukit, hanya kepulan asap belerang yang terlihat menyembul ke udara.

Gambar 4. Memandang jalur pendakian

     Setelah puas mengambil beberapa gambar untuk diabadikan, akhirnya kami sampai di Pondok Salada pada jam 13.30. Disini kami langsung mencari tempat untuk mendirikan tenda. Tak sulit untuk menemukan tempat yang strategis, karena kontur tanahnya relatif datar. Setelah menemukan tempat yang cocok akhirnya kami mendirikan tenda dan beristirahat sejenak, sebelum melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati dan Tegal Alun. 

Gambar 5. Sampai di Pondok Salada

Jam 14.00 kami mulai melanjutkan perjalanan ke Hutan Mati dan Tegal Alun. Dari sini kami tidak membawa tas lagi, hanya beberapa camilan dan air minum, jadi langkah terasa sangat ringan. Ditambah jalur pendakian yang landai dan berbagai pemandangan yang indah membuat kami semakin bersemangat. Di Pondok Salada kami banyak menjumpai Bunga Edelweis, kemudian 15 menit berjalan kami sampai di Hutan Mati. Dari sini hanya tersisa pohon-pohon yang benar-benar mati namun masih banyak berdiri kokoh. Membentang luas hingga pinggiran tebing yang longsor. Dari pinggir tebing ini bisa terlihat Kawah Papandayan. Oke foto-foto dulu yah,hehe.

Gambar 6. Akting dievakuasi

     Oke foto-foto kami melanjutkan perjalanan kembali menuju Tegal Alun. Disini kami baru merasakan terjalnya jalur pendakian. Oh iya mengapa kami tidak langsung saja mendirikan tenda di Hutan Mati atau Tegal Alun? ini karena ada larangan dari petugas, jadi demi ketertiban bersama kami akhirnya mendirikan tenda di Pondok Saladah. Sekitar satu jam berjalan akhirnya kami tiba di Tegal Alun pada jam 15.30. Banyak sekali Edelweis disini. Tegal Alun adalah salah satu wilayah konservasi di Gunung Papandayan, jadi keberadaannya sangat di jaga. Kami sebagai tamu juga harus menjaganya minimal dengan tidak membuang sampah sembarangan ataupun memetik tangkai-tangkai Bunga Edelweis tersebut.

Gambar 7. Jalur pendakian sebelum sampai Tegal Alun

Gambar 8. Area Konservasi Tegal Alun

     Disatu sisi kami melihat keindahan namun disisi lain kami melihat sisa kebakaran yang pernah terjadi di Gunung Papandayan. Meski sudah lama namun sisa-sisa kebakaran tersebut masih membekas, seperti luka yang belum sembuh betul.

     Jam 16.00, setelah puas berkeliling dan beristirahat di Tegal Alun, akhirnya kami memutuskan untuk turun dan kembali ke Pondok Salada. Ketika perjalanan turun cuaca mulai mendung, menandakan akan segera turun hujan. Namun sampai kami tiba di Pondok Salada, cuaca masih tetap mendung, tapi tidak turun hujan. Setelah kami sampai di Pondok Saladah kegiatan kami lanjutkan dengan makan-makan dan beristirahat hingga hari esok datang. Oke sekian dulu catatan perjalanan saya kali ini, perjalanan selanjutnya adalah turun dari Gunung dan pulang ke Semarang akan saya ceritakan di post berikutnya, terimakasih.

Cerita Selanjutnya :
Perjalanan Pulang

Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger