Minggu, 19 Oktober 2014

Gereja Ayam, Punthuk Setumbu Hingga Gunung Merapi Via Selo (Bagian 1. Mengunjungi Bangunan Unik Mirip Sphinx dari Desa Gombong, Magelang)

Gambar 1. Gereja Ayam

     Minggu-minggu ini saya sedang bersantai dan mempersiapkan diri untuk bekerja, iya setelah menjalani beberapa minggu penuh dengan acara trip disana-sini, akhirnya mulai bulan depan mungkin saya harus disibukan dengan pekerjaan. Sebenarnya berat harus meninggalkan masa-masa bebas, mengapa secepat ini,hehe. Bekerja mungkin juga akan membuat jadwal trip saya semakin sedikit. Untuk itu saya akan tetap membuat artikel tentang catatan perjalanan saya, agar tetap bisa mengenang masa-masa menyenangkan saat melakukak perjalanan. Saat ini saya akan menulis kunjungan saya di Gereja Ayam, Punthuk Setumbu dan Gunung Merapi pada tanggal 27 September 2014.


     Berbekal dari informasi teman tentang Gereja Ayam yang terletak disalah satu deretan Bukit Menoreh, Magelang. Setelah  beberapa bulan mendengar cerita teman, akhirnya saya menemukan sebuah postingan lengkap saat membaca forum di Kaskus (ini tritnya). Saya pun tertarik untuk mengunjunginya dan seminggu sebelum keberangkatan saya mengajak seorang teman yang juga hobi ngetrip (ia dari jogja namanya Ingga), kebetulan teman saya ini juga penasaran, akhirnya kami pun berencana untuk mengunjunginya pada 27 September 2014. Disatu sisi teman saya (anas dan yanuar) dari Semarang mengajak untuk mendaki di Gunung Merapi pada tanggal yang sama. 


Gambar 2. Foto wisuda gue kerenkan,haha, sebelah kiri itu kakak saya, sedangkan kanan itu ibu saya

     Saat itu tanggal 26 September 2014, tepatnya 2 hari setelah saya diwisuda, saya pulang ke kampung halaman (Klaten) untuk mengantarkan ibu yang saat itu telah selesai mengunjungi acara wisuda. Malam hari saya memberi kabar kepada Ingga, bahwa saya sudah sampai di Klaten. Kami pun merencanakan bahwa besok bertemu di Borobudur pada jam 10.00.

     Jam 08.00 saya berangkat dari rumah, saya lewat Klaten-Sawit-Cepogo-Selo-Borobudur. Jalan yang saya lewati sangat lancar, karena jarang terdapat lampu merah. Ditengah perjalanan saya melewati lereng Gunung Merbabu-Merapi yang indah, saat itu cerah, puncak dari dua gunung tersebut bisa saya lihat dari bawah. Saat sampai Selo saya mengecek hp, ternyata Ingga mengajak bertemu diterminal Jombor, saya yang tidak tahu letak Terminal Jombor pun mengiyakan, pikir saya nanti gampang bisa tanya dijalan. Saya sampai di gerbang kawasan wisata Borobudur pada jam 10.00. Saat itu saya bertanya kepada orang yang berada dipinggir jalan. Saya disuruh untuk kearah Jogja. Saya berjalan kearah Jogja hampir 30 menit, terminal Jombor belum kelihatan, akhirnya saya berhenti, karena jalan ini berlawanan dengan tempat tujuan kami. Saya berhenti salah satu Pom Bensin di Jl.Semarang- Jogja, tepatnya didaerah Muntilan, disini saya memberi kabar kepada Ingga, dan menunggunya disini karena saya berlawanan arah dengan tujuan kami.

     Setelah lama menunggu dan cukup bingung mencari, pada jam 11.00 akhirnya kami bertemu didekat terminal Muntilan, kami kemudian menuju kearah Borobudur. Berdasarkan sumber dari teman dan internet, Gereja Ayam terletak di Desa Gombong, Kecamatan Borobudur, Magelang. Setengah jam kami mengendarai motor, akhirnya sampai di depan area wisata Candi Borobudur, saya bertanya dengan salah satu tukang ojek dimana lokasi desa Gombong, ternyata lokasi desa yang saya tanyakan hanya berjarak sekitar 2km dari area wisata Candi Borobudur. Di perjalanan menuju Gereja Ayam tidak ada sedikit petunjuk jalan yang mengarahkan kami, untuk sampai di Gereja Ayam tersebut kami harus sering bertanya pada warga sekitar. Lama mencari, akhirnya kami sampai di Desa Gombong. Disini tidak ada retribusi masuk untuk melihat keunikan bangunan Gereja yang menyerupai bentuk ayam tersebut, kami hanya membayar 2000 untuk parkir kendaraan kami.

 Gambar 3. Gereja Ayam

Gambar 4. Peta lokasi

Tentang Gereja Ayam

     Menurut cerita Daniel Alamsjah, merupakan pemilik bangunan gereja ini. Daniel menikah dengan penduduk setempat. Suatu hari Daniel mendapat visi Tuhan untuk membangun gereja berbentuk burung merpati di sebuah bukit, untuk menyatukan umat Kristen diseluruh dunia. Bentuk merpati ini diyakini sebagai simbolisasi Roh Kudus juga sebagai tempat perlindungan. Berkali-kali Daniel mendapatkan Tuhan mengatakan visi ini, hingga ia memutuskan untuk mengunjungi ibu mertuanya yang tinggal di sebuah desa di kaki bukit Monoreh, atau disebut Gombong. Ia memiliki perasaan yang kuat harus mendaki bukit ini. Setibanya di atas bukit ia mulai berdoa, apakah ini bukit yang ia lihat (dalam visi)? Daniel terus berdoa setiap hari di atas bukit, menyadari bahwa ia tak cukup memiliki uang untuk membeli bukit tersebut, sampai ia tahu Tuhan akan membantunya. Dalam waktu 6 bulan, di tahun 1994 akhiranya Daniel berhasil memiliki 2,5 hektar tanah diatas bukit dan mulai membangun proyek impiannya. Bangunan ini kini dikenal sebagai Gereja Manukan / Gereja Ayam / Bukit Merpati.

     Satu versi menyebutkan, di tahun 1998, dimana saat itu Indonesia mengalami krisis ekonomi, berdampak pada proyek milik Daniel. Ia kehabisan uang dan kehilangan sponsor yang bekerja sama membangun proyek ini, hingga akhirnya Daniel kehilangan minatnya. Sejak saat itu pembanguna gereja miliknya menjadi terbengkalai. Sampai saat ini struktur bangunan gereja masih oke, hanya saja banyak cat terkelupas dan ornamen jendela di samping bangunan telah rusak dan penuh aksi vandalisme sehingga terkesan menjadi kumuh dan angker.

     Menurut informasi lain mengatakan, proyek pembanguan yang dijadikan rumah doa ini hampir 70% selesai dan sempat digunakan menjadi sebuah tempat rehabilitasi pengguna narkoba, kenakalan remaja, dsb. Tempat rehabilitasi menggunakan dua ruangan yang terdapat pada lantai 1 bangunan ini. Sedangkan lantai 2 yang berupa aula besar digunakan untuk berdoa. Namun karena penolakan dari warga sekitar, yang menggira bangunan ini digunakan untuk kegiatan maksiat, akhirnya Daniel meninggalkan bagunan ini di tahun 2000, dan membangun kembali rumah doa dan panti rehabilitasi (Rhema Ministry) ditempat lain. (Sumber)

     Sekarang lanjut ceritanya yah, jarak dari parkiran menuju Gereja Ayam sebenarnya sekitar 200m, namun karena dipertigaan jalan di portal dengan bambu (jalan yang benar melagkah melewati portal bambu tersebut), kami berputar-putar kebingungan karena tidak ada petunjuk. Kami melewati ladang-ladang warga hingga akhirnya bertemu dengan Gereja Ayam yang telah membuat kami merasa penasaran. Tak lupa kami mengabadikan foto di depan bangunan ini, kemudian masuk kedalam. Bangunan Gereja Ayam ini, terdiri dari 2 lantai, lantai pertama berisi beranda dan kamar-kamar, sedangkan lantai dua berupa aula yang cukup luas. Dari dalam lantai 2, kami bisa melihat barisan bukit Menoreh yang memanjakan mata.

Gambar 5. Beranda lantai 1

 Gambar 6. Istirahat sambil bikin kopi,hehe

Gambar 7. Aula lantai 2

Gambar 8. Barisan Bukit Menoreh dari ventilasi Gereja Ayam lantai 2

     Kami sampai Gereja Ayam jam 12.30, sayang sekali bangunan ini tidak dilanjutkan, entah menunggu beberapa tahun lagi bangunan ini akan runtuh, ya disini saya melihat retakan-retakan dilangit-langit lantai 2. Sampai disini kami istirahat, berfoto-foto dan berbincang tentang pengalaman-pengalaman tentang trevelling, mendaki gunung dll, meski baru pertama bertemu saya merasa sudah lama kenal dan akrab, mungkin karena kesamaan hobi jadi pembicaraan satu sama lain menjadi nyambung.

     Saat di dalam bangunan, saya penasaran dengan pemandangan yang ada di atas gereja ini, saya pun memanjat, tepatnya dibagian belakang bangunan yang ada beberapa tiang-tiang yang bisa digunakan untuk memanjat. Saya memanjat hingga beberapa meter hingga akhirnya saya berada diatas bangunan Gereja Ayam tersebut, saya berada dibagian ekor bangunan ini, untuk sampai kepunggungan cukup sulit karena tidak ada pijakan dan cukup berbahaya jika tidak menggunakan tali pengaman.

Gambar 9. Pemandangan dari atas Gereja Ayam

     Tak mau ketinggalan si Ingga juga ikut memanjat, namun ternyata setelah sampai diatas, ternyata ia punya pobhia ketinggian, sehingga untuk berjalan beberapa meter pada tiang ia merasa gemetaran dan takut. Saya pun mencoba menyemangatinya namu ia tetap berpegangan pada tiang. Saya sedikit menghiburnya dengan berfoto-foto agar ia lupa dengan pobhianya. Akhirnya dengan kemauan, yah bisa juga dibilang kenekatan ia melawan pobhianya dan berjalan ditiang, kemudian mulai memanjat. Namun karena cukup tinggi dan tidak adanya pijakan akhirnya ia memutuskan untuk kembali turun. 

Gambar 10. Narsis dulu, biar lupa sama pobhianya

     Setelah cukup lama disini, akhirnya kami meninggalkan Gereja Ayam pada jam 14.30. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke Punthuk Setumbu, pengen tahu ada apa aja di Punthuk Setumbu ikuti terus catatan perjalanan saya yang berikutnya yah. Sekian dulu dari saya, Terimakasih.




Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger