Gambar 1. Foto bersama di puncak Gunung Ijen
Gunung Ijen merupakan
sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia.
Gunung Ijen mempunyai ketinggian 2443mdpl. Salah satu yang menjadi daya tarik
di tempat ini adalah Blue Fire (api biru) yang terlihat setiap malam hari di
kawah Gunung tersebut.
Tak kenal maka tak
sayang, jadi sebelum membaca tulisan saya lebih lanjut, perkenalkan dulu nama
saya Andi Dwi Rahmadi, saya berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Disini saya
akan menceritakan perjalanan saat mendaki Gunung Ijen, yang terletak di kota
Banyuwangi, Jawa Timur. Sebenarnya mengunjungi Gunung Ijen ini sudah saya
rencanakan sejak lama, namun saya baru bisa mengunjunginya pada akhir Mei 2015
lalu. Saat itu saya berangkat seorang diri dari Semarang, karena kebanyakan
teman-teman saya sudah bekerja dan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.
29 Mei 2015, pagi ini
saya melanjutkan packing barang-barang bawaan yang semalam belum sempat saya
selesaikan. Saya menyiapkan berbagai peralatan mendaki, seperti tenda,
peralatan masak, jas hujan, senter dan tak lupa beberapa masker. Setelah semua
siap, saya pun berangkat menuju Stasiun Poncol. Saya tiba di Stasiun Poncol jam
10.00 wib, dengan kode tiket yang telah saya pesan dua minggu sebelumnya, saya
pun mencetak tiket di Stasiun, sebelum keberangkatan saya pada pukul 11.45 wib.
Rute yang saya tempuh
untuk menuju ke Banyuwangi adalah:
·
Stasiun Poncol (Semarang) – Stasiun
Pasar Turi (Surabaya) via Kereta Api (harga tiket Rp60.000), sampai di Stasiun
Pasar Turi jam 16.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 4 jam 45 menit)
·
Stasiun Pasar Turi (Surabaya) – Terminal
Bungur Asih (Surabaya) via Bus Kota (Rp.6.000), sampai di Terminal Bungur Asih
jam 18.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 2 jam)
·
Terminal Bungur Asih (Surabaya) –
Terminal Tegal Alun (Jember) via Bus (Rp.60.000), sampai di Terminal Tegal Alun
jam 00.00wib (Membutuhkan waktu sekitar 5 jam)
·
Terminal Tegal Alun (Jember) – Terminal
Karangente (Banyuwangi) via Bus (Rp 30.000), sampai di Terminal Karangente jam
02.00 wib (membutuhkan waktu sekitar 2 jam)
·
Terminal Karangente (Banyuwangi) –
Stasiun Karangasem (Banyuwangi) via ojek (Rp.15.000), sampai di Stasiun
Karangasem jam 02.30 wib (Sekitar 15 menit)
30 Mei 2015, setelah
menempuh belasan jam dan pindah kebeberapa transportasi umum akhirnya saya
sampai di Stasiun Karangasem pada pukul 02.30 wib dini hari. Sebelumnya saya
mendapatkan informasi dari dunia maya, bahwa di dekat Stasiun Karangasem ada
rumah singgah gratis (cocok buat saya,hehe) dan tempat penyewaan motor. Namun
saat saya tiba di Stasiun suasana sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang
terlihat dikawasan Stasiun, warung-warung didekat Stasiun juga tutup. Saat itu
akhirnya saya memutuskan untuk tidur di Stasiun dan mencari informasi pagi
hari.
Jam 04.30 wib, saya
terbangun dari bangku kursi stasiun, tempat dimana saya tertidur. Pagi itu
stasiun mulai beraktivitas, beberapa orang duduk dibangku, bersebelahan dengan
saya yang baru bangun saat itu, mereka menunggu kedatangan Kereta. Saya keluar
dari stasiun, meninggakan tas ransel dibangku dan menuju ke sebuah keran air
yang terletak tak jauh dari pintu masuk stasiun, disana saya membasuh muka
untuk menghilangkan kantuk yang masih terasa. Segar setelah saya membasuh muka,
sejenak saya mengamati sekililing stasiun, terlihat beberapa warung dan
toko-toko kecil disekitar stasiun sudah buka. Saat itu pun saya berjalan ke
salah satu toko, untuk membeli roti dan mencari informasi penyewaan motor dan
rumah singgah, agar saya tidak terus-terusan terlantar seperti ini,hehe.
Singkat cerita saya pun mendapatkan informasi tersebut, ternyata tak jauh dari
toko dimana saya bertanya. Saya pun berjalan mengambil tas ransel yang saya tinggal
dibangku kursi Stasiun, kemudian berjalan menuju ke rumah singgah.
Saya berjalan menuju ke
rumah singgah, terlihat ada papan bertuliskan iklan yang menyatakan bahwa rumah
tersebut menyediakan jasa persewaan dan penitipan motor. Namun rumah tersebut
tidak seperti rumah singgah, karena yang nampak disini adalah rumah dengan
garasi besar yang digunakan sebagai tempat penitipan motor.
Terlihat seorang pria,
merokok sambil menikmati kopinya, saat saya tiba di depan rumah tersebut. Saya
menanyakan apakah disini benar rumah singgah dan tempat persewaan motor kepada
pria tersebut. “Iya benar mas”, dengan ramah ia menjawabnya, beliau adalah Pak
Rahmat, pemilik rumah singgah dan peyewaan motor tersebut. Saya pun diantar
menuju tempat dimana teman-teman backpaker lain berkumpul. Saya berjalan disamping
rumah tersebut, terdapat gang kecil mungkin hanya selebar dua meter dan
dihimpit oleh sebuah rumah. Disamping rumah tersebut terdapat beberapa kamar,
seperti kos-kosan, terlihat beberapa penghuni kamar tersebut masih tidur
terlelap. Disini saya diantarkan ke kamar yang masih kosong dan disarankan
untuk istirahat terlebih dahulu. Idealnya untuk ke Gunung Ijen adalah malam
hari, jadi rencana saya saat itu adalah mengunjungi Taman Nasional Baluran pada
siang hari dan lanjut ke Gunung Ijen pada malam harinya.
Jam 23.00 wib, saat itu
hujan deras, saat itu saya menunggu hujan reda di rumah singgah. Disini saya
sudah mendapat beberapa teman baru yang juga bertujuan ke Gunung Ijen. Beberapa
jam berlalu, namun hujan belum berhenti. Hujan reda sekitar jam 01.00 wib,
namun saat itu Pak Rahmat mendapatkan kabar dari temannya yang berada di Gunung
Ijen, ternyata pendakian masih ditutup pada jam 01.00 wib dan kemungkinan masih
ditutup sampai esok hari demi keamanan pengunjung. Saat hujan turun, asap
belerang yang keluar dari kawah Gunung Ijen akan bertambah pekat dan berbahaya
bagi pengunjung yang mendaki disana. Kecewa, ya saat itu kami sedikit kecewa
karena hari itu tidak bisa mendaki ke Gunung Ijen, tapi tak apalah kami masih
bisa mendaki hari besoknya.
31 Mei 2015, hari kedua
saya berada di Banyuwangi, saat itu saya masih menunggu keberangkatan ke Gunung
Ijen. Jam 22.00 wib hujan kembali mengguyur Kota ini, namun tak seperti kemarin
derasnya, kali ini hanya gerimis. Tak berlangsung lama, hujan reda, saya dan
teman-teman seperjalanan pun mulai bersiap-siap berangkat menuju Gunung Ijen. Untuk
mendaki ke Gunung Ijen, sebenarnya sama peralatan yang kita perlukan ketika
mendaki gunung pada umumnya (sendal/sepatu trekking, senter, tas, bekal makanan
dan minuman dan pakaian hangat), namun yang membedakannya adalah kita harus
menyiapkan masker untuk melindungi pernafasan kita dari asap belerang.
1 Juni 2015, hari dan
bulan telah berganti. Sekitar jam 00.00 wib kami berangkat dari Stasiun Karang
Asem dengan motor yang kami sewa dari Pak Rahmat (sewa motor Rp.75.000/hari).
Untuk menuju Gunung Ijen sebenarnya banyak opsi antara lain sewa motor, diantar
mobil jeep, dan transportasi umum lain (naik angkot sampai desa licin, kemudian
naik truck belerang sampai paltuding, namun transportasi ini hanya ada pada
siang hari). Kami berangkat berempat Nia, Tika, Ari dan Saya sendiri, mereka
adalah teman yang saya temui di rumah singgah.
Rute pendakian di
Gunung Ijen yang kami lewati adalah Paltuding, untuk menuju tempat ini kami
harus menempuh jarak sekitar 34 KM dari Stasiun Karang Asem. Cukup mudah untuk
menuju kawasan ini, selain jalan yang bagus, sudah banyak petunjuk jalan yang mengarahkan
kami ke Gunung Ijen.
Satu jam berlalu,
akhirnya kami sampai di Paltuding, ditempat ini terdapat beberapa resort dan
area camping ground yang disediakan untuk para pengunjung. Setelah memarkirkan
motor, kami pun membayar retribusi masuk, kemudian mulai mendaki (retribusi
masuk Rp.7.000).
Gunung Ijen ini
merupakan tempat penambangan belerang, disini terdapat jalur khusus untuk para
penambang belerang, mereka mencari nafkah dengan mengambil belerang dari kawah
Gunung Ijen. Sedangkan jalur yang kami gunakan adalah jalur yang berbeda,
letaknya bersebelahan, tapi jalurnya dibuat lebih lebar, karena banyaknya
pengunjung. Jam 01.30 wib, setengah jam berlalu ketika kami berjalan, kami
beristirahat dipinggir jalur pendakian. Mengagumkan saat saya mengamati
pemandangan sekitar, terlihat beberapa Gunung yang tersorot oleh cahaya
rembulan yang terang, meski tadi sempat hujan, namun yang terlihat saat ini
adalah alam yang sangat bersahabat dan menghadirkan pemandangan yang luar biasa
indah. Tak terasa kami cukup lama beristirahat, kami pun melanjutkan
perjalanan.
Jam 02.15 wib kami
sampai di pos penimbangan. Di Gunung Ijen ini terdapat 1 pos, pos ini digunakan
untuk penambang belerang menimbang hasil belerang yang didapatkannya dari kawah.
Setelah di timbang pengelola kemudian mencatat dan membayar belerang tersebut
dengan hitungan kilogram belerang, dalam hal ini pengelolanya adalah PT Candi
Ngrimbi. Selain tempat penimbangan belerang, disini juga terdapat warung yang
menyediakan makanan dan minuman untuk pengunjung maupun penambang yang
beristirahat.
Gambar 2. Pos penimbangan Gunung Ijen
Perjalanan kami
lanjutkan, setelah melewati pos penimbangan kami melewati pinggiran tebing. Dari
sini jalur yang tadi berbeda, sekarang bercampur antara pengunjung dan
penambang, tak jarang kami berpapasan dengan penambang belerang, mereka memikul
belerang dengan kayu/bambu yang masing-masing ujungnya diberi tempat sebagai
wadah belerang. Pengunjung disini haruslah mengalah dan memberi jalan kepada
penambang karena beban yang mereka bawa sangatlah berat, mungkin sekitar
40-70kg setiap kali memikul belerang yang didapat dari kawah.
Jam 03.00 wib, kami
mulai dekat dengan kawah gunung, asap belerang sudah terlihat, kami menyiapkan
masker untuk mengurangi asap belerang yang terhirup. Kami terus melangkah menerjang asap belerang yang ada di jalur
pendakian, tak jarang kami terbatuk-batuk karena pengaruh asap belerang
tersebut. Saat sampai dibibir kawah kami melihat banyak pengunjung yang sudah
sampai, dari sini ternyata blue fire atau si api biru ternyata belum terlihat
karena pekatnya asap belerang. Saat itu saya mencoba turun ke kawah untuk
menyaksikan api biru, namun sampai ditengah perjalanan saya tidak kuat dengan
pekatnya asap belerang, jadi untuk lebih amannya saya memutuskan untuk kembali
naik ke atas. Sedikit kecewa karena kami tidak bisa melihat api biru, akhirnya
kami memutuskan naik ke bibir kawah yang lebih tinggi dan menunggu Matahari
terbit atau Sunris.
Satu jam lebih berlalu
akhirnya Matahari menampakkan sinarnya. Kami berempat berfoto-foto sejenak dan mengamati
danau kawah yang ada di Gunung Ijen ini, namun sayang danau kawah tersebut
sebagian besar tertutup asap belerang yang tebal. Saat itu kami menghabiskan
waktu beberapa saat hingga akhirnya pada jam 07.00 wib kami turun menuju parkiran
motor dan kembali ke rumah singgah (Stasiun Karangasem).
Singkat cerita jam
11.00 wib, kami sampai di rumah singgah. Karena rasa kantuk yang teramat
sangat, setelah sampai dirumah singgah saya pun langsung tidur. Saya berencana
pulang ke Semarang pada tanggal 2 Juni 2015, jadi sisa waktu yang ada di
Banyuwangi saya isi dengan beristirahat dan bermain di pantai pada sore
harinya.
2 Juni 2015, jam 06.30
wib, setelah berpamitan dengan pemilik rumah singgah dan teman-teman
seperjalanan, saya pun menuju ke Stasiun untuk pulang menuju Semarang.
Rute perjalanan pulang
kali lebih sederhana jika dibandingkan keberangkatan saya kemarin, rute pulang
saya adalah :
·
Stasiun Karangasem (Banyuwangi) –
Stasiun Purwosari (Solo) via Kereta Api (harga tiket Rp.100.000), sampai
Stasiun Purwosari jam 18.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 12 jam)
·
Stasiun Purwosari berjalan menuju halte
Kerten kemudian Naik Bis Solo-Semarang (harga tiket Rp.30.000), sampai di
Semarang jam 22.00 wib (Membutuhkan waktu sekitar 3 jam)
Jam 22.30 wib akhirnya
saya tiba dirumah. Setelah beberapa hari tidak pulang, kangen juga sama suasana
rumah,home sweet home,hehe. Mungkin sekian dulu catatan perjalanan saya,
terimakasih untuk Pak Rahmat yang telah memberi tempat selama saya berada di
Banyuwangi dan teman-teman seperjalanan saya : Shelina,Nia,Tika,Ari,Onek dan
teman-teman lainnya. Sekian dari saya terimakasih.