Rabu, 24 Juni 2015

Pekatnya Asap Belerang di Gunung Ijen

Gambar 1. Foto bersama di puncak Gunung Ijen

Gunung Ijen merupakan sebuah gunung yang terletak di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Indonesia. Gunung Ijen mempunyai ketinggian 2443mdpl. Salah satu yang menjadi daya tarik di tempat ini adalah Blue Fire (api biru) yang terlihat setiap malam hari di kawah Gunung tersebut.

Tak kenal maka tak sayang, jadi sebelum membaca tulisan saya lebih lanjut, perkenalkan dulu nama saya Andi Dwi Rahmadi, saya berasal dari Semarang, Jawa Tengah. Disini saya akan menceritakan perjalanan saat mendaki Gunung Ijen, yang terletak di kota Banyuwangi, Jawa Timur. Sebenarnya mengunjungi Gunung Ijen ini sudah saya rencanakan sejak lama, namun saya baru bisa mengunjunginya pada akhir Mei 2015 lalu. Saat itu saya berangkat seorang diri dari Semarang, karena kebanyakan teman-teman saya sudah bekerja dan disibukkan dengan pekerjaan masing-masing.     
29 Mei 2015, pagi ini saya melanjutkan packing barang-barang bawaan yang semalam belum sempat saya selesaikan. Saya menyiapkan berbagai peralatan mendaki, seperti tenda, peralatan masak, jas hujan, senter dan tak lupa beberapa masker. Setelah semua siap, saya pun berangkat menuju Stasiun Poncol. Saya tiba di Stasiun Poncol jam 10.00 wib, dengan kode tiket yang telah saya pesan dua minggu sebelumnya, saya pun mencetak tiket di Stasiun, sebelum keberangkatan saya pada pukul 11.45 wib.
Rute yang saya tempuh untuk menuju ke Banyuwangi adalah:
·         Stasiun Poncol (Semarang) – Stasiun Pasar Turi (Surabaya) via Kereta Api (harga tiket Rp60.000), sampai di Stasiun Pasar Turi jam 16.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 4 jam 45 menit)
·         Stasiun Pasar Turi (Surabaya) – Terminal Bungur Asih (Surabaya) via Bus Kota (Rp.6.000), sampai di Terminal Bungur Asih jam 18.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 2 jam)
·         Terminal Bungur Asih (Surabaya) – Terminal Tegal Alun (Jember) via Bus (Rp.60.000), sampai di Terminal Tegal Alun jam 00.00wib (Membutuhkan waktu sekitar 5 jam)
·         Terminal Tegal Alun (Jember) – Terminal Karangente (Banyuwangi) via Bus (Rp 30.000), sampai di Terminal Karangente jam 02.00 wib (membutuhkan waktu sekitar 2 jam)
·         Terminal Karangente (Banyuwangi) – Stasiun Karangasem (Banyuwangi) via ojek (Rp.15.000), sampai di Stasiun Karangasem jam 02.30 wib (Sekitar 15 menit)
30 Mei 2015, setelah menempuh belasan jam dan pindah kebeberapa transportasi umum akhirnya saya sampai di Stasiun Karangasem pada pukul 02.30 wib dini hari. Sebelumnya saya mendapatkan informasi dari dunia maya, bahwa di dekat Stasiun Karangasem ada rumah singgah gratis (cocok buat saya,hehe) dan tempat penyewaan motor. Namun saat saya tiba di Stasiun suasana sangat sepi, tidak ada satu pun orang yang terlihat dikawasan Stasiun, warung-warung didekat Stasiun juga tutup. Saat itu akhirnya saya memutuskan untuk tidur di Stasiun dan mencari informasi pagi hari.
Jam 04.30 wib, saya terbangun dari bangku kursi stasiun, tempat dimana saya tertidur. Pagi itu stasiun mulai beraktivitas, beberapa orang duduk dibangku, bersebelahan dengan saya yang baru bangun saat itu, mereka menunggu kedatangan Kereta. Saya keluar dari stasiun, meninggakan tas ransel dibangku dan menuju ke sebuah keran air yang terletak tak jauh dari pintu masuk stasiun, disana saya membasuh muka untuk menghilangkan kantuk yang masih terasa. Segar setelah saya membasuh muka, sejenak saya mengamati sekililing stasiun, terlihat beberapa warung dan toko-toko kecil disekitar stasiun sudah buka. Saat itu pun saya berjalan ke salah satu toko, untuk membeli roti dan mencari informasi penyewaan motor dan rumah singgah, agar saya tidak terus-terusan terlantar seperti ini,hehe. Singkat cerita saya pun mendapatkan informasi tersebut, ternyata tak jauh dari toko dimana saya bertanya. Saya pun berjalan mengambil tas ransel yang saya tinggal dibangku kursi Stasiun, kemudian berjalan menuju ke rumah singgah.
Saya berjalan menuju ke rumah singgah, terlihat ada papan bertuliskan iklan yang menyatakan bahwa rumah tersebut menyediakan jasa persewaan dan penitipan motor. Namun rumah tersebut tidak seperti rumah singgah, karena yang nampak disini adalah rumah dengan garasi besar yang digunakan sebagai tempat penitipan motor.
Terlihat seorang pria, merokok sambil menikmati kopinya, saat saya tiba di depan rumah tersebut. Saya menanyakan apakah disini benar rumah singgah dan tempat persewaan motor kepada pria tersebut. “Iya benar mas”, dengan ramah ia menjawabnya, beliau adalah Pak Rahmat, pemilik rumah singgah dan peyewaan motor tersebut. Saya pun diantar menuju tempat dimana teman-teman backpaker lain berkumpul. Saya berjalan disamping rumah tersebut, terdapat gang kecil mungkin hanya selebar dua meter dan dihimpit oleh sebuah rumah. Disamping rumah tersebut terdapat beberapa kamar, seperti kos-kosan, terlihat beberapa penghuni kamar tersebut masih tidur terlelap. Disini saya diantarkan ke kamar yang masih kosong dan disarankan untuk istirahat terlebih dahulu. Idealnya untuk ke Gunung Ijen adalah malam hari, jadi rencana saya saat itu adalah mengunjungi Taman Nasional Baluran pada siang hari dan lanjut ke Gunung Ijen pada malam harinya.
Jam 23.00 wib, saat itu hujan deras, saat itu saya menunggu hujan reda di rumah singgah. Disini saya sudah mendapat beberapa teman baru yang juga bertujuan ke Gunung Ijen. Beberapa jam berlalu, namun hujan belum berhenti. Hujan reda sekitar jam 01.00 wib, namun saat itu Pak Rahmat mendapatkan kabar dari temannya yang berada di Gunung Ijen, ternyata pendakian masih ditutup pada jam 01.00 wib dan kemungkinan masih ditutup sampai esok hari demi keamanan pengunjung. Saat hujan turun, asap belerang yang keluar dari kawah Gunung Ijen akan bertambah pekat dan berbahaya bagi pengunjung yang mendaki disana. Kecewa, ya saat itu kami sedikit kecewa karena hari itu tidak bisa mendaki ke Gunung Ijen, tapi tak apalah kami masih bisa mendaki hari besoknya.  
31 Mei 2015, hari kedua saya berada di Banyuwangi, saat itu saya masih menunggu keberangkatan ke Gunung Ijen. Jam 22.00 wib hujan kembali mengguyur Kota ini, namun tak seperti kemarin derasnya, kali ini hanya gerimis. Tak berlangsung lama, hujan reda, saya dan teman-teman seperjalanan pun mulai bersiap-siap berangkat menuju Gunung Ijen. Untuk mendaki ke Gunung Ijen, sebenarnya sama peralatan yang kita perlukan ketika mendaki gunung pada umumnya (sendal/sepatu trekking, senter, tas, bekal makanan dan minuman dan pakaian hangat), namun yang membedakannya adalah kita harus menyiapkan masker untuk melindungi pernafasan kita dari asap belerang.
1 Juni 2015, hari dan bulan telah berganti. Sekitar jam 00.00 wib kami berangkat dari Stasiun Karang Asem dengan motor yang kami sewa dari Pak Rahmat (sewa motor Rp.75.000/hari). Untuk menuju Gunung Ijen sebenarnya banyak opsi antara lain sewa motor, diantar mobil jeep, dan transportasi umum lain (naik angkot sampai desa licin, kemudian naik truck belerang sampai paltuding, namun transportasi ini hanya ada pada siang hari). Kami berangkat berempat Nia, Tika, Ari dan Saya sendiri, mereka adalah teman yang saya temui di rumah singgah.
Rute pendakian di Gunung Ijen yang kami lewati adalah Paltuding, untuk menuju tempat ini kami harus menempuh jarak sekitar 34 KM dari Stasiun Karang Asem. Cukup mudah untuk menuju kawasan ini, selain jalan yang bagus, sudah banyak petunjuk jalan yang mengarahkan kami ke Gunung Ijen.
Satu jam berlalu, akhirnya kami sampai di Paltuding, ditempat ini terdapat beberapa resort dan area camping ground yang disediakan untuk para pengunjung. Setelah memarkirkan motor, kami pun membayar retribusi masuk, kemudian mulai mendaki (retribusi masuk Rp.7.000).
Gunung Ijen ini merupakan tempat penambangan belerang, disini terdapat jalur khusus untuk para penambang belerang, mereka mencari nafkah dengan mengambil belerang dari kawah Gunung Ijen. Sedangkan jalur yang kami gunakan adalah jalur yang berbeda, letaknya bersebelahan, tapi jalurnya dibuat lebih lebar, karena banyaknya pengunjung. Jam 01.30 wib, setengah jam berlalu ketika kami berjalan, kami beristirahat dipinggir jalur pendakian. Mengagumkan saat saya mengamati pemandangan sekitar, terlihat beberapa Gunung yang tersorot oleh cahaya rembulan yang terang, meski tadi sempat hujan, namun yang terlihat saat ini adalah alam yang sangat bersahabat dan menghadirkan pemandangan yang luar biasa indah. Tak terasa kami cukup lama beristirahat, kami pun melanjutkan perjalanan.
Jam 02.15 wib kami sampai di pos penimbangan. Di Gunung Ijen ini terdapat 1 pos, pos ini digunakan untuk penambang belerang menimbang hasil belerang yang didapatkannya dari kawah. Setelah di timbang pengelola kemudian mencatat dan membayar belerang tersebut dengan hitungan kilogram belerang, dalam hal ini pengelolanya adalah PT Candi Ngrimbi. Selain tempat penimbangan belerang, disini juga terdapat warung yang menyediakan makanan dan minuman untuk pengunjung maupun penambang yang beristirahat.

Gambar 2. Pos penimbangan Gunung Ijen

Perjalanan kami lanjutkan, setelah melewati pos penimbangan kami melewati pinggiran tebing. Dari sini jalur yang tadi berbeda, sekarang bercampur antara pengunjung dan penambang, tak jarang kami berpapasan dengan penambang belerang, mereka memikul belerang dengan kayu/bambu yang masing-masing ujungnya diberi tempat sebagai wadah belerang. Pengunjung disini haruslah mengalah dan memberi jalan kepada penambang karena beban yang mereka bawa sangatlah berat, mungkin sekitar 40-70kg setiap kali memikul belerang yang didapat dari kawah.
Jam 03.00 wib, kami mulai dekat dengan kawah gunung, asap belerang sudah terlihat, kami menyiapkan masker untuk mengurangi asap belerang yang terhirup. Kami terus melangkah menerjang asap belerang yang ada di jalur pendakian, tak jarang kami terbatuk-batuk karena pengaruh asap belerang tersebut. Saat sampai dibibir kawah kami melihat banyak pengunjung yang sudah sampai, dari sini ternyata blue fire atau si api biru ternyata belum terlihat karena pekatnya asap belerang. Saat itu saya mencoba turun ke kawah untuk menyaksikan api biru, namun sampai ditengah perjalanan saya tidak kuat dengan pekatnya asap belerang, jadi untuk lebih amannya saya memutuskan untuk kembali naik ke atas. Sedikit kecewa karena kami tidak bisa melihat api biru, akhirnya kami memutuskan naik ke bibir kawah yang lebih tinggi dan menunggu Matahari terbit atau Sunris.
Satu jam lebih berlalu akhirnya Matahari menampakkan sinarnya. Kami berempat berfoto-foto sejenak dan mengamati danau kawah yang ada di Gunung Ijen ini, namun sayang danau kawah tersebut sebagian besar tertutup asap belerang yang tebal. Saat itu kami menghabiskan waktu beberapa saat hingga akhirnya pada jam 07.00 wib kami turun menuju parkiran motor dan kembali ke rumah singgah (Stasiun Karangasem).
Singkat cerita jam 11.00 wib, kami sampai di rumah singgah. Karena rasa kantuk yang teramat sangat, setelah sampai dirumah singgah saya pun langsung tidur. Saya berencana pulang ke Semarang pada tanggal 2 Juni 2015, jadi sisa waktu yang ada di Banyuwangi saya isi dengan beristirahat dan bermain di pantai pada sore harinya.
2 Juni 2015, jam 06.30 wib, setelah berpamitan dengan pemilik rumah singgah dan teman-teman seperjalanan, saya pun menuju ke Stasiun untuk pulang menuju Semarang.
Rute perjalanan pulang kali lebih sederhana jika dibandingkan keberangkatan saya kemarin, rute pulang saya adalah :
·         Stasiun Karangasem (Banyuwangi) – Stasiun Purwosari (Solo) via Kereta Api (harga tiket Rp.100.000), sampai Stasiun Purwosari jam 18.30 wib (membutuhkan waktu sekitar 12 jam)
·         Stasiun Purwosari berjalan menuju halte Kerten kemudian Naik Bis Solo-Semarang (harga tiket Rp.30.000), sampai di Semarang jam 22.00 wib (Membutuhkan waktu sekitar 3 jam)
Jam 22.30 wib akhirnya saya tiba dirumah. Setelah beberapa hari tidak pulang, kangen juga sama suasana rumah,home sweet home,hehe. Mungkin sekian dulu catatan perjalanan saya, terimakasih untuk Pak Rahmat yang telah memberi tempat selama saya berada di Banyuwangi dan teman-teman seperjalanan saya : Shelina,Nia,Tika,Ari,Onek dan teman-teman lainnya. Sekian dari saya terimakasih.

                                                                                   



Comments
0 Comments
Facebook Comments by Media Blogger